Starting my anxiety

Ketika aku mencoba mencari padanan kata 'kegundahan' di translator google, aku menemukan bahwa kata tersebut diterjemahkan 'anxiety'. Hmmm...terjemahan yang menarik! Dan yang lebih menariknya lagi ketika aku mencarinya di Wikipedia, bahwa 'anxiety' merupakan sebuah gejala psikologis yang diakibatkan oleh stres psikologis. Jika 'anxiety' ini menjadi berlebihan, menurut om Wiki, maka akan berujung kepada 'anxiety disorder'. Bahh! apa pula itu??. Terlepas dari apa yang mejadi definisi dari 'anxiety', baik menurut om Wiki dan tante Google, yang pasti 'kegundahan' merupakan sebuah warning bagiku dalam melihat dan mengecap kehidupanku selama ini. Terkadang kegundahanku ini adem ayem saja, tapi tidak jarang menjadi agak lebay. Namun yang pasti kegundahan telah menjadi bagian dalam hidupku selama 30 tahun ini, mungkin ia telah menjadi sahabatku, atau ia telah menjadi diriku. Entahlah, yang pasti ia ada di situ dan akan tetap akan berada di situ.

Starting my anxiety. Sebenarnya ini merupakan judul yang agak janggal dalam memulai blogging. Namun pada kenyataannya, setiap kali aku memulai hari-hariku, secara default ada program dalam kepalaku yang secara otomatis menyala dan menemaniku sepanjang waktu. Kegundahan yang paling utama dalam hidupku sejak aku kecil adalah pertanyaan : "apa artinya kehidupan ini?". Memang sih, pertanyaan itu  jadul yang tidak baru. Bahkan sebenarnya sudah tersedia jawaban-jawabannya. Kebetulan (atau bukan) aku dibesarkan dalam sebuah keluarga yang sangat religius (bapakku adalah seorang pendeta, I luv u, pap!..hehehe), yang sangat kuat menanamkan nilai-nilai religius, termasuk jawaban-jawaban terhadap arti kehidupan itu sendiri. Bukan hanya hanya dari keluargaku, tapi juga institusi religius dan komunitas religius yang aku ikuti, aku mendapatkan jawaban itu. Bagiku jawaban religius memang bertujuan untuk memberikan sebuah kepastian dari ketidakpastian yang dihasilkan oleh pertanyaan itu. Seperti sebuah 'obat penenang' untuk efek yang diberikan dari stres psikologis yang diakibatkan oleh kegundahan tersebut. Well, untuk beberapa waktu, 'obat' tersebut manjur bin ampuh untuk menyembuhkan 'penyakit' tersebut. Namun, 'penyakit' itu datang lagi dan lagi, bahkan kambuh-kambuhan, layaknya penyakit ayan. Terpaksa aku harus meneguk kembali 'obat' religius dengan dosis yang agak besar. Bahkan tak pelak, aku jadi kecanduan terhadap 'obat' tersebut tanpa lagi memikirkan dosis dan takaran yang tepat, yang penting 'penyakit' ini hilang. Akibatnya aku 'keracunan' sendiri, tapi 'penyakit' tidak pergi. Pada titik itu, yang muncul adalah sebuah ketakutan, kengerian hidup, keterasingan jiwa, kebuntuan pikiran, keterpenjaraan hati dan pada momen itu, aku boleh dibilang menjadi seorang yang radikal dan fundamentalis dalam beragama dan beriman. At that moment, I felt that starting my anxiety was something horrible and evil. Mungkin ada benarnya analisis om Wiki, pada titik itu aku mengalami 'anxiety disorder'.

Starting my anxiety. Apakah aku harus menyerahkan kegundahanku? "serahkanlah kekuatiranmu pada Tuhan.." begitu bunyi sebuah ayat Alkitab berkata. Apakah aku harus membuang jauh-jauh kegundahanku? Atau setidaknya, apakah harus menekan sedalam-dalamnya hal tersebut? Apakah Ia yang menciptakan Aku, menginginkan agar aku menghapus hal tersebut agar aku bisa menemukan kebahagiaan yang sejati? And again, seberapa kusyuk aku berdoa dan meminta, aku tidak mendengar jawabanNya. Akhirnya hidupku mengambang dan tidak menentu. Untuk pertama kali, aku tidak bisa menemukan jawaban dariNya mengenai hal ini. Dulu aku pernah meminta agar aku mendapatkan seorang kekasih yang sangat mencintaiku, Dia memberikan jawaban itu (I luv u, my wife..hehehe..jangan GR yah!). Tetapi, mengapa untuk pertanyaan ini aku tidak bisa menemukannya. Namun, tidak kusadari munculah sebuah kegundahan baru : "apakah arti hidup menjadi orang yang beriman?". Selama ini menjadi orang beriman, bagiku, adalah sebuah kondisi kepastian atas ketidakpastian. Setidaknya, apa yang kupahami adalah, iman memberikan sebuah keyakinan yang tidak perlu lagi dipertanyakan. Semakin yakin dan pasti orang tersebut akan imannya, semakin tinggilah kadar imannya. Sekurang-kurangnya, itu juga yang kupahami dari ajaran-ajaran institusi religius yang kuhidupi selama ini. Mungkin bisa jadi benar, orang berjuang mati-matian untuk datang ke institusi-institusi religius agar bisa mendapatkan jenis iman seperti itu, termasuk aku sendiri. Bahkan pemujaan terhadap orang-orang dengan jenis iman seperti ini menjadi pemandangan yang lumrah terjadi. Tidak ada tempat bagi ketidakpastian. Semua harus jelas, akurat, terukur dan tentunya, pasti dong!

Starting my anxiety. Adakah tempat bagi ketidakpastian dalam hidup ini? Adakah tampat bagi orang-orang seperti aku, di dunia dan akhirat yang memuja kepastian macam itu? Pada akhirnya, aku berada dalam titik  lelah untuk 'berkelahi' dengan dunia yang secara mayoritas dikuasai oleh 'kepastian'. Lebih baik aku serahkan diriku dan mengabdi padanya. Pada saat itu, aku 'menyerahkan' diriku kepada Dia untuk menjadi hamba 'kepastian'. Aku ingin menjadi seorang pendeta dan masuk sekolah teologi dengan harapan aku bisa berdamai dengan 'kepastian' serta mengabdi padaNya. Kebetulan (atau bukan) aku masuk sebuah sekolah teologi di Yogyakarta, yang justru menghargai 'ketidakpastian' dalam diriku. Weleh-weleh, mimpi apa aku? Aku pikir kalau aku sekolah teologi, aku pasti dicekoki oleh hal yang pasti-pasti. Eh, ternyatanya apa yang pasti, diobrak-abrik sampai keakar-akarnya. Semua pegangan hidup yang menjamin, dihancurkan hingga tidak ada lagi pegangan itu. Dan pada akhirnya yang ada adalah diriku seorang berdiri dalam kehampaan dan ketelanjangan. Awalnya sih masuk ke dalam kehampaan dan ketelanjangan adalah sesuatu yang sangat menakutkan. Bayangkan saja kita sendirian tanpa ada kepastian dan keyakinan. Namun, dari sinilah titik nadir dari kehidupanku. Dimulai dengan pengenalan diriku secara utuh, tanpa ada pandangan keterpisahan. Artinya aku mulai melihat bahwa kegundahan merupakan suatu trait yang aku bawa sejak lahir dan menjadi bagian diriku yang sangat berharga pula. Aku tidak lagi memandang bahwa kegundahan mengandung 'benih dosa' yang siap merusak imanku, seperti yang kupahami selama ini. Aku belajar mencintai kegundahanku, sama seperti aku mencintai diriku sendiri. Bahkan dalam titik ini, kegundahanku membuka jalan terhadap sebuah dunia yang begitu besar dan indah, bahkan lebih indah dari pada dunia yang dulu aku hidupi sebelumnya. Aku tidak perlu takut lagi terhadap diriku sendiri, atau sesuatu yang datang dari luar. Dengan kegundahanku, aku menemukan awal kemerdekaan sejati. Dengan starting my anxiety, aku telah memulai awal true freedom.

Starting my anxiety. Aku pikir ini disebabkan oleh ajaran teologi yang aku terima dari sekolah teologi. Tapi ternyata tidak semua mahasiswa teologi, bahkan secara mayoritas, merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan. Sebaliknya, mereka merasakan ajaran teologi macam itu berbahaya bagi kepastian iman mereka. Bisa jadi, hal ini kembali kepada pergumulan masing-masing individu dalam meresponi setiap ajaran tersebut. Namun bagiku apa yang kupelajari menunjukkan, bahwa sebenarnya selama ini aku hidup dan menjadi produk dunia modernitas (thanks to my sociology degree) . Bukan hanya kehidupan sekular yang modern, tapi juga kehidupan religius. Beberapa sifat dalam dunia modern adalah rasional, terukur, dapat diprediksi, dan tentunya mempunyai kepastian. Sehingga sesuatu yang tidak rasional, tidak terukur, tidak dapat diprediksi serta yang tidak pasti, merupakan sebuah penyimpangan dalam dunia modern. Hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan religiusku pada waktu itu. Iman yang rasional, terukur, dapat diprediksi dan pasti menjadi iman yang benar. Salah seorang sosiolog mengatakan bahwa modernitas ternyata membawa dampak negatif, salah satunya adalah alienasi atau keterasingan. Keterasingan sosial, kultural, spiritual dan personal menjadi dampak buruk dari modernitas. Bisa jadi aku merupakan korban dari dunia semacam itu. Aku terasing secara sosial, kultural, spiritual dan bahkan aku terasing dari diriku sendiri. Then what? Bagaimana aku bisa keluar dari jeratan tersebut? Keluar dari keterasingan dengan memulai mengenal dan mencintai diri sendiri, mulai masuk ke dalam kehampaan, kegelapan dan ketelanjangan diri, mulai gundah terhadap segala sesuatu (starting my anxiety) setidaknya menjadi langkah awal memasuki pencerahan dan kemerdekaan sejati. Seperti slogan Klub Sepak bola Liverpool : You'll Never Walk Alone, begitu juga dalam kegundahan, kita tidak akan berjalan sendirian, karena ada hati, jiwa, pikiran serta tubuh kita yang menemani kita. And the greatest thing is dalam kegelapan ada Dia yang juga tersembunyi yang melihat kita dalam kesendirian.

So, start your anxiety as I start mine.....                                          
                     

2 Komentar:

Anonymous said...

Menarik sekali...kadang kala memang kita perlu mengeluarkan suatu statement yang selalu dihindari orang (karena dianggap menunjukkan kelemahan mungkin). Tapi justru itulah yang membuat kita menjadi terbebas dari kelemahan itu dan semakin bisa merenungi apa yang lebih dari kelemahan itu untuk menjadi kekuatan kita.....

El-Yus said...

Ini tulisan yang sangat reduksionisme karena di dalamnya dipilahkan "hidup ini"berdasarkan komponen-komponennya sehingga kelihatan mudah.Tetapi bukan berarti tulisan ini bisa disepelekan, karena tulisan ini merupakan pergumulan 'jatidiri' dari sang penulis yang dibangun oleh kekuatan internal maupun eksternal sehingga tampilannya sekarang ini adalah tampilan yang autentik. Salah satu autentiknya yakni kegundahan itu sendiri. Ini bukan berarti Sang penulis telah mengetahui "misteri kehidupan" ini. Apa yang dibagikan penulis di sini merupakan usaha memahami misteri kehidupan itu sendiri, demi pembentukan jatidiri. Terima kasih Bro...Teruslah menulis ya...

About Me

My Photo
hugimpu
A person who always anxiety..
View my complete profile

Followers